Telah setahun lebih Jaringan 5G hadir di Indonesia. Tapi jangkauan jaringan penerus 4G ini seperti tidak meluas alias jalan di daerah. Merespons itu, Direktur Jenderal Sumber Energi Perangkat Pos dan Informatika Ismail kurang sependapat. Menurutnya penetrasi 5G di Tanah Air masih terus bergerak, namun ia mengakui perkembanganya lambat.
“Aku nggak bisa memastikan jalan di tempat sebab sebetulnya bergerak juga. Tetapi kecepatannya memang tidak demikian itu kencang,” ujarnya ketika dijumpai di sela-jeda pertemuan diplomasi Indonesia dengan negara mitra pada sidang ITU Plenipotentiary Conference (PP) ke-21 di Palace of Parliament, Bucharest, Rumania.
Dijelaskannya teknologi itu berkembang secara alamiah. Artinya segala negara dan operator di dunia melaksanakan adaptasi kepada perubahan teknologi. Kecepatan kepada adopsi satu teknologi baru itu ada sebagian faktor yang menentukan. Pertama kesiapan infrastrukturnya. Untuk menyiapkan infrastruktur ini diperlukan investasi.
“Nah ini yang menjadi kabar utamanya kebutuhan investasi yang benar-benar besar,” ungkap Ismail.
Contents
Potensi Demand Dari Pendapatan Para Operator Jaringan 5G Indonesia
Lanjut dipaparkan, kalau dikomparasi dengan potensi demand dari pendapatan para operator dengan persepsi diperlukan ini masih terjadi lembah. Wajar apabila para operator benar-benar berhitung agar investasi mereka dapat cepat kembali.
Di sinilah pemerintah perlu mengambil peran dengan menjalankan edukasi market, membantu para operator mengedukasi market dengan menyiapkan ekosistem, sehingga potensi penerimaan teknologi 5G ini menjadi meningkat.
“Dengan terjadinya peningkatan potensi pendapatan 5G, karenanya operator mempunyai percaya diri untuk melakukan investasi dalam jumlah besar,” kata Ismail.
Baca Juga: Hacker Bjorka Beri Pesan Khusus untuk Orang Indonesia di Forum Breached
Untuk mengedukasi market salah satu yang paling penting ialah memaksimalkan use case atau pemanfaatan 5g. Seandainya cuma dimanfaatkan untuk pengaplikasian yang nonproduktif tentu saja demand mungkin besar namun janji untuk mengeluarkan biaya akan rendah. Masyarakat tentu tak berharap ada kenaikan lonjakan biaya dengan adanya 5G. Karenanya itu perlu ada dorongan use case yang produktif.
“Saat jaringan 5G di pakai sebagai alat kerja atau menjadi hal yang bisa mewujudkan sesuatu itulah yang menunjang adanya mutu demand. Maka pemerintah perlu menunjang peningkatan kompetensi masyarakat dalam memanfaatkan 5G sehingga berpotensi mendapatkan pendapatan. Saya rasa di sinilah peran pemerintah yang sangat di butuhkan,” ujar Ismail.
5G Dapat Berkembang Via Dua Metode
Lanjut di katakan, 5G itu dapat berkembang via dua metode. Pertama lewat keperluan korporasi atau B2B, kedua konsumen atau B2C. Sekiranya memperhatikan negara-negara yang sudah berkembang 5G-nya, mereka memulai dari segmen enterprise atau perusahaan.
Oleh sebab itu pemerintah mensupport perkembangan 5G di zona yang betul-betul memerlukan, umpamanya industri pertambangan, kesehatan, manufaktur dan lainnya. Meskipun begitu edukasi ke masyarakat tidak boleh di lepas. Karena potensinya juga tidak kalah besar tetapi memang pendapatnya masih terus tumbuh.
“Masih dalam pertumbuhan namun belum hingga spot yang optimal. Itulah yang menyebabkan infrastruktur 5G ini masih agak perlahan dan belum stabil,” pungkas Ismail.